Friday, January 9, 2015

Sejarah Indonesia



BAB I

PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat

Mata pelajaran ini membahas perkembangan sejarah perjuangan Indonesia dari

masa pergerakan nasional sampai masa orde baru. Dengan mempelajari

sejarah diharapkan kita dapat memahami arti kehidupan manusia di masa

lampau. Keberadaan manusia yang sekarang ini merupakan mata rantai yang

tak terpisahkan dari kehidupan generasi sebelumnya. Oleh karena itu,

mempelajari Sejarah Perjuangan Indonesia adalah suatu keharusan agar dapat

memilih dan menganalisis peristiwa-peristiwa sekarang untuk menentukan

tindakan-tindakan pada masa yang akan datang.

B. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)

Setelah mempelajari modul ini, peserta diharapkan mampu menjelaskan tahaptahap

perjuangan dari masa Pergerakan Nasional, Proklamasi Kemerdekaan

masa Perang kemerdekaan, masa Demokrasi Liberal, masa Demokrasi

Terpimpin dan masa Orde Baru.

C. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)

Setelah mempelajari modul ini, para peserta mampu:

1. Menjelaskan pergerakan nasional: masa awal, masa radikal dan masa

bertahan.

2. Menjelaskan masa pendudukan Jepang sampai Indonesia merdeka.

3. Menjelaskan perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan

4. Menjelaskan demokrasi liberal 1950 – 1959

5. Menjelaskan masa demokrasi terpimpin 1959 – 1965

6. Menjelaskan masa orde baru

7. Menjelaskan orde Reformasi

D. Materi Bahasan

Materi bahasan mata pelajaran ini terdiri dari 7 (tujuh) kegiatan belajar:

1. Pergerakan Nasional : Masa Awal, Masa Radikal dan Masa Bertahan;

2. Masa Pendudukan Jepang Sampai Indonesia Merdeka;

3. Masa Kemerdekaan dan Perjuangan Untuk Mempertahankan Kemerdekaan;

4. Demokrasi Liberal 1950-1959;

5. Masa Demokrasi Terpimpin 1959-1965;

6. Masa Orde Baru

7. Masa Orde ReformasiModul UD Tk.I dan UPKP BPOM RI

Sejarah Indonesia 3

BAB II

PERGERAKAN NASIONAL

MASA AWAL, MASA RADIKAL DAN MASA BERTAHAN

A. Masa Awal

Masa Pergerakan Nasional ditandai dengan munculnya organisasiorganisasi

modern antara lain Budi Utomo (BU), Sarekat Islam (SI), dan

Indische Partij (IP) dalam memperjuangkan perbaikan nasib bangsa. Kaum

terpelajar melalui organisasi-organisasi memotori munculnya pergerakan

nasional Indonesia. Pada saat itulah bangsa-bangsa di Nusantara mulai sadar

akan rasa “sebagai satu bangsa” yaitu bangsa Indonesia.

Kata “Pergerakan Nasional“ mengandung suatu pengertian yaitu

merupakan perjuangan yang dilakukan oleh organisasi secara modern ke arah

perbaikan taraf hidup bangsa Indonesia yang disebabkan karena rasa tidak

puas terhadap keadaan masyarakat yang ada. Gerakan yang mereka lakukan

memang tidak hanya terbatas untuk memperbaiki derajat bangsa tetapi juga

meliputi gerakan di berbagai bidang pendidikan, kebudayaan, keagamaan,

wanita dan pemuda.

Istilah Nasional berarti bahwa pergerakan-pergerakan tersebut

mempunyai cita-cita nasional yaitu berkeinginan mencapai kemerdekaan bagi

bangsanya yang masih terjajah.

Gagasan pertama pembentukan Budi Utomo berasal dari dr.

Wahidin Sudirohusodo, seorang dokter Jawa dari Surakarta. Pada tahun 1908,

dr. Wahidin bertemu dengan Sutomo pelajar Stovia. Dokter Wahidin

mengemukakan gagasannya pada pelajar-pelajar Stovia dan para pelajar

tersebut menyambutnya dengan baik. Sehubungan dengan itu pada tanggal 20

Mei 1908 diadakan rapat di satu kelas di Stovia. Rapat tersebut berhasil

membentuk sebuah organisasi bernama Budi Utomo dengan Sutomo ditunjuk

sebagai ketuanya.

Pada tahun 1909 R.M. Tirtoadisuryo mendirikan perseroan dalam bentuk

koperasi bernama Sarekat Dagang Islam (SDI). Perseroan dagang ini bertujuan

untuk menghilangkan monopoli pedagang Cina yang menjual bahan dan obat

untuk membatik. Sekitar akhir bulan Agustus 1912, Serikat Dagang Islam

diganti menjadi Serikat Islam (SI). Dalam kongres Serikat Islam di Madiun pada

tahun 1923 nama Serikat Islam diganti menjadi Partai Serikat Islam. Partai ini

bersifat nonkooperasi yaitu tidak mau bekerjasama dengan pemerintah tetapi

menginginkan perlu adanya wakil dalam Dewan Rakyat.

Organisasi yang sejak berdirinya sudah bersikap radikal adalah Indische

Partij. Organisasi ini dibentuk pada tahun 1912 di kalangan orang-orang Indo di

Indonesia dipimpin oleh E.F.E. Douwes Dekker. Cita-citanya adalah agar orangorang

yang menetap di Hindia Belanda (Indonesia) dapat duduk dalam

pemerintahan. Adapun semboyannya adalah Indie Voor de Indier (Hindia bagi

orang-orang yang berdiam di Hindia).Modul UD Tk.I dan UPKP BPOM RI

Sejarah Indonesia 4

Dibandingkan dengan Budi Utomo, Indische Partij telah mencakup sukusuku

bangsa lain di nusantara. Masa akhir Indische Partij terjadi ketika Suwardi

Suryaningrat dan Cipto Mangunkusumo ditangkap dan diminta untuk memilih

daerah pembuangan. Akhirnya ke dua tokoh tersebut meminta dibuang ke

negeri Belanda. Demikian juga Douwes Dekker dibuang ke Belanda dari tahun

1913 sampai dengan 1918.

B. Masa Radikal

Masa radikal, diartikan sebagai suatu masa yang memunculkan

organisasi-organisasi politik yang kemudian dinamakan “partai”. Pada

umumnya organisasi-organisasi ini tidak mau bekerja sama dengan pemerintah

Hindia Belanda dalam mewujudkan cita-cita organisasinya. Mereka dengan

tegas menyebutkan tujuannya untuk mencapai Indonesia Merdeka.

Pada tahun 1908 di negeri Belanda berdiri sebuah organisasi yang

bernama Indische Vereeniging. Organisasi ini didirikan oleh pelajar-pelajar

dari Indonesia. Pada mulanya hanya bersifat sosial yaitu untuk memajukan

kepentingan-kepentingan bersama para pelajar tersebut. Organisasi ini juga

menginginkan adanya hak bagi bangsa Indonesia untuk menentukan nasibnya

sendiri. Sehubungan dengan itu Indische Vereeniging berganti nama menjadi

Indonesische Vereeniging (Perhimpunan Indonesia) dan bertujuan untuk

mencapai kemerdekaan Indonesia.

Sejalan dengan itu majalah Perhimpunan Indonesia (PI) yang semula

bernama “Hindia Putra” juga berganti nama menjadi “Indonesia Merdeka”. Para

anggota PI berusaha mengadakan propaganda kemerdekaan Indenesia.

PNI berkeyakinan bahwa untuk membangun nasionalisme ada tiga

syarat yang harus ditanamkan kepada rakyat yaitu jiwa nasional (nationaale

geest), tekad nasional (nationaale wil), dan tindakan nasional (nationaale daad).

Nasionalisme juga berkembang di kalangan pemuda. Para pemuda yang

telah mendirikan berbagai organisasi pemuda juga merasa perlu untuk

menggalang persatuan. Semangat persatuan ini diwujudkan dalam kongres

pemuda pertama di Jakarta pada bulan Mei 1926.

PPI mempelopori penyelenggaraan Kongres Pemuda II. Dalam Kongres

Pemuda II yang diselenggrakan pada tanggal 27-28 Oktober 1928 berbagai

organisasi pemuda seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Sekar Rukun,

Pasundan, Jong Selebes, Pemuda Kaum Betawi. Kongres ini berusaha

mempertegas kembali makna persatuan dan berhasil mencapai suatu

kesepakatan yang kemudian dikenal sebagai Sumpah Pemuda, yaitu:

Pertama, kami Putra dan Putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu,

tanah Indonesia.

Kedua, Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa

Indonesia.

Ketiga, Kami Putra dan Putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan

bahasa Indonesia.Modul UD Tk.I dan UPKP BPOM RI

Sejarah Indonesia 5

C. Masa Bertahan

Masa bertahan, pada tahap ini kaum pergerakan berusaha mencari

jalan baru untuk melanjutkan perjuangan. Mereka menggunakan taktik baru,

yaitu dengan bekerja sama dengan pemerintah melalui parlemen. Partai politik

mengirimkan wakil-wakilnya dalam Dewan Rakyat. Mereka mengambil jalan

kooperatif, tetapi sifatnya sementara (insidentil). Artinya kalau terjadi

ketidakcocokan dengan politik pemerintah, mereka dapat keluar dari Dewan

Rakyat.

Partai-partai politik yang melakukan taktik kooperatif dengan pemerintah

Hindia Belanda adalah Persatuan Bangsa Indonesia dan Partai Indonesia Raya.

Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) mendirikan bank, koperasi serta

perkumpulan tani dan nelayan. Pemakarsanya adalah Dokter Sutomo, seorang

pendiri Budi Utomo. Pada tahun 1935 terjadi penyatuan antara Budi Utomo dan

PBI. Dalam sebuah partai yang disebut Partai Indonesia Raya (Parindra),

Ketuanya adalah Dokter Sutomo. Organisasi-organisasi lain yang ikut

bergabung dalam Parindra adalah: Serikat Sumatera, Serikat Celebes, Serikat

Ambon, Kaum Betawi, dan Tirtayasa. Dalam kongresnya tahun 1937,

Wuryaningrat terpilih sebagai ketua dibantu oleh Mohammad Husni Thamrin,

Sukarjo Wiryapranoto, Panji Suroso, dan Susanto Tirtoprojo. Kerjasama antar

anggota cabang-cabangnya menjadikan Parindra sebagai partai politik terkuat

menjelang runtuhnya Hindia Belanda.

Di samping Parindra juga muncul organisasi lain seperti Partindo.

Namun karena desakan pemerintah akhirnya partai itu bubar pada tahun 1936.

Para pemimpinnya meneruskan perjuangan dengan mendirikan Gerakan

Rakyat Indonesia (Gerindo) di Jakarta pada tanggal 24 Mei 1937. Tokoh-tokoh

yang duduk dalam Gerindo ialah Mr. Sartono, Mr. Mohammad Yamin, dan Mr.

Amir Syarifuddin.

Pada masa pemerintah Gubernur Jenderal Limburg Stirum (1916-1921)

dibentuk Volksraad atau Dewan Rakyat, yaitu pada tanggal 18 Mei 1918.

Anggota dewan dipilih dan diangkat dari golongan orang Belanda, Indonesia,

dan bangsa-bangsa lain. Tujuan pembentukan Dewan Rakyat adalah agar

wakil-wakil rakyat Indonesia dapat berperan serta dalam pemerintahan.

Golongan kooperatif berupaya semaksimal mungkin untuk

memanfaatkan Dewan Rakyat. Pada tahun 1930 Mohammad Husni Thamrin,

anggota Dewan Rakyat, membentuk Fraksi Nasional guna memperkuat barisan

dan persatuan nasional. Mereka menuntut perubahan ketatanegaraan dan

penghapusan diskriminasi di berbagai bidang. Mereka juga menuntut

penghapusan beberapa pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Belanda tentang penangkapan dan pengasingan pemimpin perjuangan

Indonesia serta pemberangusan pers.

Pada tanggal 15 Juli 1936 Sutarjo Kartohadikusumo, anggota dewan

rakyat, menyampaikan petisi agar Indonesia diberi pemerintahan sendiri

(otonomi) secara berangsur-angsur dalam waktu sepuluh tahun. Tuntutan untuk Modul UD Tk.I dan UPKP BPOM RI

Sejarah Indonesia 6

otonomi ini ditolak pemerintah, sebab hal ini memberi peluang yang

mengancam runtuhnya bangunan kolonial.

Kegagalan Petisi Sutarjo menjadi cambuk untuk meningkatkan

perjuangan nasional. Pada bulan Mei 1939 Muh. Husni Thamrin membentuk

Gabungan Politik Indonesia (GAPI) yang merupakan gabungan dari Parindra,

Gerindo, PSII, Partai Islam Indonesia, Partai Katolik Indonesia. Pasundan,

Kaum Betawi, dan Persatuan Minahasa. GAPI mengadakan aksi dan menuntut

Indonesia Berparlemen yang disusun dan dipilih oleh rakyat Indonesia,

Pemerintah harus bertanggung jawab kepada Parlemen. Jika tuntutan itu

diterima pemerintah, GAPI akan mengajak rakyat untuk mengimbangi

kemurahan hati pemerintah.

Pada tanggal 24 Desember 1939 dibentuk Kongres Rakyat Indonesia.

Kegiatan ini antara lain menuntut pemerintah Belanda agar menjadikan bahasa

Indonesia sebagai bahasa nasional, Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan

dan bendera merah putih sebagai bendera Nasional.

Pemerintah memberikan reaksi dingin. Perubahan ketatanegaraan akan

diberikan setelah Perang Dunia II selesai. Pada 1 September 1939 pecah

perang di Eropa yang kemudian berkembang menjadi Perang Dunia II. Tuntutan

GAPI dijawab Pemerintah dengan pembentukan Komisi Visman pada bulan

Maret 1941 yang bertugas menyelidiki keinginan golongan-golongan

masyarakat Indonesia dan perubahan pemerintahan yang diinginkan.

Namun Komisi ini hanya menampung hasrat masyarakat Indonesia yang

pro pemerintah dan masih menginginkan Indonesia tetapi dalam ikatan

Kerajaan Belanda. Hasil penyelidikan komisi Visman tidak memuaskan.

Sebelum hasil Komisi Visman diwujudkan, Jepang sudah tiba di Indonesia.

Meskipun demikian pihak Indonesia telah sempat mengusulkan 3 hal, yaitu :

1. Pelaksanaan hak menentukan nasib sendiri;

2. Penggunaan bahasa Indonesia dalam sidang Dewan Rakyat;

3. Pergantian kata Inlander (pribumi) menjadi Indonesier.12

Untuk menguatkan perjuangan GAPI, KRI, diubah menjadi Majelis

Rakyat Indonesia (MRI) dalam konferensi di Yogyakarta pada tanggal 14

September 1941. Di dalam MRI duduk wakil-wakil dari organisasi politik,

organisasi Islam, federasi serikat sekerja, dan pegawai negeri. Walaupun

terdapat perbedaan pendapat antara organisasi-organisasi yang tergabung

dalam MRI, namun persatuan dan kesatuan kaum Nasionalis terus dipupuk

sampai masuknya Tentara Militer Jepang.Modul UD Tk.I dan UPKP BPOM RI

Sejarah Indonesia 7

BAB III

MASA PENDUDUKAN JEPANG SAMPAI INDONESIA MERDEKA

Masa Pendudukan Jepang berlangsung dari tahun 1942-1945, diwarnai

dengan perubahan-perubahan yang penting dalam perjalanan sejarah bangsa

Indonesia. perubahan-perubahan itu terlihat nyata dalam bidang politik, ekonomi

dan sosial. Pada masa pendudukkan Jepang ini, dibentuk Badan Penyelidik Usahausaha

Persiapan Kemerdekaan Indonesia, yang sangat penting artinya bagi

perjuangan bangsa Indonesia khususnya untuk mewujudkan kemerdekaan. Para

tokoh pergerakan yang sebelumnya aktif dalam masa awal dan masa radikal

melanjutkan berkiprah menuangkan gagasan-gagasannya untuk perbaikan nasib

bangsanya dan kemudian berhasil memproklamasikan kemerdekaan lepas dari

pengaruh Jepang.

Dengan masuknya Jepang tidak berarti Pergerakan Nasional Indonesia

akan berhenti. Gerakan Petisi seperti Wibowo dan Soetarjo yang muncul pada

tahun 1936-an tetap menjadi landasan perjuangan kaum pergerakan di masa

Jepang. Tujuan pergerakan ini adalah memberikan pemahaman agar pemerintah

militer Jepang dapat lebih memahami rakyat Indonesia untuk mencapai

kemerdekaannya.

Cita-cita perjuangan telah tertanam pada kaum pergerakan. Oleh sebab itu

Pemerintah Militer Jepang tidak dapat menghindari terbentuknya organisasiorganisasi

seperti PUSAT TENAGA RAKYAT (PUTERA), Pemuda Menteng,

Perhimpunan Kebangkitan Rakyat dan lain-lain. Organisasi-organisasi ini pada

hakekatnya dimotori oleh tokoh-tokoh seperti Ir. Soekarno. Ki Hajar Dewantara, KH

Mas Mansur, Chairul Saleh dan lain-lain.

Munculnya tokoh-tokoh pergerakan Nasional adalah konsekuensi dari usaha

untuk mensukseskan perang Asia Timur Raya. Itulah sebabnya tokoh pergerakan

seperti Hatta, Syahrir, Soekarno segera dibebaskan dari tahanan. Soekarno dan

Hatta kemudian bersama-sama membentuk organisasi Pusat Tenaga Rakyat

(PUTERA). Ternyata kegiatan PUTERA semakin membahayakan kedudukan

Jepang, karena itu organisasi ini dibubarkan dan kemudian diganti dengan

Perhimpunan Kebangkitan Rakyat (Jawa Hokokai). Selanjutnya baik di desa-desa

maupun di kota juga dibentuk organisasi-organisasi pemuda seperti SEINENDAN

dan KEIBODAN. Kedua organisasi ini dimaksudkan untuk membantu perang

Jepang melawan Tentara Sekutu.

Gencarnya pergerakan politik pada awal pendudukan Jepang membuat

pemerintah Jepang melarang semua kegiatan politik. Pada tanggal 21 Maret 1942

dikeluarkan surat keputusan untuk membubarkan semua organisasi yang bergerak

di bidang politik. Jepang hanya mengijinkan organisasi sosial seperti olah raga dan

kesenian. Organisasi politik dimungkinkan bila merupakan gerakan bersama untuk

kepentingan bangsa Asia seperti Gerakan 3 A.

Melalui Gerakan 3 A Jepang memperkenalkan diri sebagai pembela Asia

terhadap kekejaman Imperialisme Barat. Gerakan ini bersemboyan Nippon Modul UD Tk.I dan UPKP BPOM RI

Sejarah Indonesia 8

pelindung Asia, Nippon cahaya Asia dan Nippon pemimpin Asia. Gerakan ini tidak

memperoleh simpati dari kaum pergerakan.

Menjelang akhir tahun 1944 Jepang mendapat kekalahan dalam perang

Pasifik. Akibatnya Kabinet Tojo jatuh dan digantikan oleh Kabinet Jenderal Koiso.

Dalam kebijakannya kabinet Jenderal Koiso mengumumkan apa yang dikenal

dengan janji kemerdekaan Indonesia di kelak kemudian hari. Berbagai daerah

pangkalan tentara Jepang dikuasai oleh Tentara Sekutu di bawah pimpinan

Amerika Serikat. Di antaranya adalah daerah Balikpapan. Pada bulan Maret 1945

Panglima Tentara di Jakarta mengumumkan dibentuknya Badan Penyelidik UsahaUsaha

Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( Dokuritsu Jumbi Cosakai).

Badan baru ini bermaksud menyelidiki masalah tata pemerintahan, ekonomi,

politik dalam rangka pembentukan negara merdeka. Upacara peresmian dilakukan

pada tanggal 28 Mei 1945 di Pejambon yang dihadiri oleh pejabat-pejabat tinggi

Jepang dan diikuti penaikan Bendera Merah Putih. Badan ini diketuai oleh dr.

Rajiman Widiodininggrat.

Dalam sidangnya pada tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945 badan ini telah

melahirkan konsep dasar-dasar negara. Badan penyelidik ini kemudian dibubarkan

dan dibentuk badan baru Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Meskipun kekalahan Jepang sangat dirahasiakan, tetapi berkat kecepatan

para pemuda, berita tentang menyerahnya Jepang kepada Sekutu, sampai juga

pada pemimpin-pemimpin Indonesia. Golongan muda mendesak agar proklamasi

segera dilaksanakan keesokan harinya tanggal 16 Agustus 1945, sedang golongan

tua masih menekankan perlunya rapat dengan PPKI terlebih dahulu. Melalui

berbagai peristiwa akhirnya rencana proklamasi dan penyusunan naskah

proklamasi disepakati golongan pemuda dan Bung Karno serta Bung Hatta.

Pada pukul 10.00 tanggal 17 Agustus 1945 di halaman rumah kediaman

Bung Karno Jalan Pegangsaan Timur 56 (sekarang Jalan Proklamasi) naskah

proklamasi tersebut diumumkan oleh Soekarno - Hatta dihadiri pemimpin-pemimpin

bangsa dan berbagai kalangan pemuda. Sejak itulah Indonesia memasuki alam

kemerdekaan.Modul UD Tk.I dan UPKP BPOM RI

Sejarah Indonesia 9

BAB IV

PERJUANGAN UNTUK MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN

Masa Kemerdekaan dan Perjuangan untuk Mempertahankan Kemerdekaan

dimulai dari tahun 1945-1949, diwarnai dengan pengisian perlengkapan sebagai

negara merdeka dan perjuangan bersenjata serta berbagai diplomasi antara bangsa

Indonesia dengan pihak Belanda. Diplomasi itu direalisasikan dalam perjanjianperjanjian.




1. Masa Indonesia Merdeka

Sehari setelah proklamasi, 18 Agustus 1945 PPKI mengadakan sidang

pertama. Sidang tersebut berhasil mengesahkan UUD serta menunjuk Ir.

Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia dan Drs. Moh. Hatta sebagai

Wakil Presiden. Dalam sidang berikutnya berhasil dibentuk berbagai kementrian

dan pembagian wilayah Indonesia menjadi delapan (8) provinsi. Selanjutnya

dibentuk juga Komite Nasional, Partai Nasional dan Badan Keamanan Rakyat.

Sedikit demi sedikit aparat pemerintahan semakin lengkap. Sehingga roda

pemerintahan pun mulai berjalan.

2. Perundingan Indonesia - Belanda

Pada pertengahan September 1945 rombongan pertama pasukan Sekutu

mulai mendarat. Mereka merupakan bagian dari South East Asia Command

(SEAC) di bawah pimpinan Laksamana Mountbatten. Untuk Indonesia SEAC

membentuk Allieu Force Netherlands East Indies (AFNEI) yang terdiri atas

pasukan Inggris yang mendarat di Jawa dan Sumatera serta pasukan Australia

yang mendarat di luar Jawa dan Sumatra. Pasukan ini bertugas melucuti dan

memulangkan tentara Jepang serta membebaskan tawanan perang.

Kedatangan tentara Inggris itu diboncengi oleh NICA (Belanda).

Keadaan ini sudah diduga oleh para pemimpin Indonesia. Itulah sebabnya

pemerintah RI pada tanggal 5 Oktober 1945 memutuskan untuk membentuk

suatu tentara dengan nama Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Selain itu

pemerintah mengeluarkan maklumat bahwa RI akan menanggung semua

hutang-hutang Nederland Indies. Dengan maklumat ini pemerintah ingin

menunjukkan pada dunia luar bahwa RI bukanlah negara yang masih tunduk

pada Jepang, tetapi RI mengakui tata cara negara-negara demokrasi barat.

Sebagai realisasi dari maklumat ini maka didirikan sejumlah partai dan dibentuk

satu kabinet yang dipimpin oleh Perdana Menteri Syahrir. Tugas kabinet ini

adalah menjalankan perundingan-perundingan dengan pihak Belanda, sebagai

berikut :

a. Perundingan di Linggarjati pada tahun 1946

Dalam perundingan Indonesia mengusulkan bahwa pada dasarnya RI

adalah negara yang berdaulat penuh atas bekas wilayah Nederland Indie.

Karena itu Belanda harus menarik mundur tentaranya dari Indonesia.

Mengenai modal asing pemerintah Republik Indonesia tetap akan menjamin.

Keinginan Belanda lewat tentara Sekutu dinyatakan oleh Van Mook pada Modul UD Tk.I dan UPKP BPOM RI

Sejarah Indonesia 10

tanggal 19 Januari 1946. Kehadirannya adalah bermaksud menciptakan

negara persemakmuran (commenwealth). Anggotanya adalah kerajaan

Belanda, Suriname, Curocao dan Indonesia. Urusan ke luar commenwealth

itu dipegang oleh kerajaan Belanda sedangkan urusan ke dalam dipegang

oleh masing-masing negara.

Perundingan yang dilakukan di Linggarjati dikeluarkan hasilnya pada

tanggal 15 November 1946. Belanda dan Republik Indonesia Serikat berada

dalam suatu Uni Indonesia-Belanda. Persetujuan gencatan senjata juga

ditandatangani oleh pihak militer tanggal 12 Februari 1947.

Pada tanggal 21 Juli 1947 Belanda tiba-tiba melancarkan Agresi militer I dan

berhasil menerobos pertahanan RI. Tentara Republik Indonesia bertahan

dengan melancarkan perang gerilya.

b. Perundingan Renville pada tahun 1947

Amerika Serikat kemudian mengusulkan pada Dewan Keamanan untuk

membentuk suatu komisi yang mengawasi pelaksanaan gencatan senjata.

Komisi yang terdiri atas Dr. Frank Graham (AS), Richard Kirby (Australia)

dan Paul Vanzeelant (Belgia), di Indonesia dikenal dengan nama Komisi

Tiga Negara (KTN). Komisi yang mulai bekerja pada bulan Oktober 1947 itu

membuka kembali perundingan-perundingan politik antara Indonesia dan

Belanda.

Perundingan dilakukan di atas kapal USS Renville pada tanggal 8

Desember 1947. Pihak Indonesia dalam perundingan ini dipimpin oleh Amir

Syarifuddin.

Hasil perundingan ini KTN berpendapat bahwa perjanjian Linggarjati harus

dijadikan landasan perundingan politik. Pihak Belanda menanggapi usul

KTN dengan usul 12 prinsip politik yang pada dasarnya tidak menginginkan

adanya Republik Indonesia. Pihak RI bahkan hanya berhasil mengatasi

keadaan dengan mengajukan 6 prinsip politik tambahan. Utusan RI

menerima usul ini, karena ketentuannya adalah diadakan plebisit di

Indonesia untuk menentukan apakah daerah-daerah bersedia atau tidak

bergabung dengan RI. Pihak Belanda pun menerima. Sementara itu muncul

masalah-masalah di dalam negeri, khususnya intimidasi dari Belanda, yaitu

pembentukan negara-negara boneka.

c. Perundingan Renville pada tahun 1949

Pada bulan April 1959 perundingan dimulai antara delegasi Indonesia yang

dipimpin oleh Mr. Mohammad Roem dan Dr. J. H. Van Royen dari pihak

Belanda. Pertemuan di Hotel Des Indes (kini Duta Merlin) itu diawasi dan

dipimpin Marle Cochran, wakil dari Amerika Serikat dalam komisi PBB

(UNCI : United Nations Commision of Indonesia). Dalam perundingan ini

pihak Indonesia menuntut agar Presiden dan Wakil Presiden dikembalikan

ke Yogyakarta dan agar Belanda mengakui RI. Perundingan berjalan sangat

lamban, sehingga Drs. Hatta didatangkan dari Bangka untuk langsung

berunding dengan Dr. Van Royen. Dengan demikian pada bulan Mei 1949

dicapai persetujuan Roem-Royen dan pemerintah Indonesia dikembalikan Modul UD Tk.I dan UPKP BPOM RI

Sejarah Indonesia 11

ke Yogyakarta, setelah cara-cara pengosongan Yogyakarta oleh tentara

Belanda disepakati.

d. Konferensi Meja Bundar pada tahun 1949

Konferensi Meja Bundar dimulai di Den Haag pada tanggal 23 Agustus 1949

dan berakhir pada tanggal 2 November 1949. Hasilnya direalisasikan oleh

KNIP pada tanggal 14 Desember 1949. Pada tanggal 16 Desember 1949

diadakan Pemilihan Presiden RIS dan pada keesokan harinya Soekarno

disahkan sebagai Presiden RIS. Pada tanggal 20 Desember 1949 kabinet

RIS dibentuk dan dipimpin Drs. Mohammad Hatta, kemudian pada tanggal

23 Desember 1949 pimpinan kabinet RIS bertolak ke Den Haag untuk

menandatangani pengakuan kedaulatan pada tanggal 27 Desember 1949.

3. Kembali ke Negara Kesatuan

Negara Republik Indonesia Serikat adalah negara yang terdiri atas negaranegara

bagian. Negara RIS ini terbentuk sebagai tidak lanjut dari hasil

Konferensi Meja Bundar (KMB) tanggal 2 November 1949 di Den Haag. RIS

terdiri atas 16 negara bagian, yaitu: Negara Republik Indonesia, Negara

Indonesia Timur, Negara Pasundan, Negara Jawa Timur, Negara Madura,

Negara Jawa Tengah, Negara Sumatera Selatan, Negara Sumatera Timur,

Kalimantan Barat, Kalimantan Tenggara, Kalimantan Timur, Dayak Besar,

Banjar, Bangka Belitung dan Riau.

Ir. Soekarno diangkat sebagai presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagai

perdana menteri. Kabinet pun dibentuk dengan anggota-anggota antara lain Sri

Sultan Hamengkubuwono IX, Mr. Wilopo, Prof. Dr. Supomo, dr. Leimena, Arnold

Monomutu, Ir. Hertinglaoh, Sultan Hamid II dan Ide Anak Agung Gde Agung.

Kabinet ini merupakan Zaken Kabinet (yang mengutamakan keahlian dari

anggota-anggotanya). Ternyata sebagian besar dari anggota kabinet ini adalah

pendukung unitarisme (kesatuan). Karena itu tidak beberapa lama setelah RIS

berdiri, gerakan-gerakan untuk membubarkan negara federal dan membentuk

negara kesatuan telah ada. Setelah ditandatanganinya Piagam Persetujuan

antara Pemerintah RIS dan pemerintah RI tanggal 19 Mei 1950, pembentukan

Negara Kesatuan direalisasi. Kemudian dibentuk Panitia Gabungan RIS – RI

yang bertugas merancang UUD Negara Kesatuan yang diselesaikan pada 20

Juli 1950. Rancangan UUD ini ditandatangani oleh Presiden Soekarno 15

Agustus 1950 yang kemudian dikenal sebagai Undang-Undang Dasar

Sementara RI 1950 (UUDS 1950). 32Modul UD Tk.I dan UPKP BPOM RI

Sejarah Indonesia 12

BAB V

DEMOKRASI LIBERAL 1950-1959

Pada masa Demokrasi Liberal yang dimulai tahun 1950 hingga 1959,

diwarnai dengan adanya munculnya partai-partai yang saling berebut untuk

menduduki kabinet. Pada masa ini ada dua partai yang sangat menonjol dalam

percaturan politik yaitu PNI dan Masyumi. Sehingga masa ini diidentifikasikan

dengan masa jatuh bangunnya kabinet.

Masa Demokrasi Liberal kepemimpinan negara diatur menurut Undangundang

Dasar yang bertanggung jawab kepada parlemen. Kabinet disusun menurut

pertimbangan kekuatan kepartaian dalam parlemen dan sewaktu-waktu dapat

dijatuhkan oleh wakil-wakil partai itu.

1. Kondisi Politik Masa Demokrasi Liberal

Masa Liberal di Indonesia (1950-1959) biasa pula disebut masa kabinet

parlementer. Kabinet parlementer adalah kabinet yang pemerintahan sehari-hari

dipegang oleh seorang Perdana Menteri. Dalam masa Kabinet Parlementer ini

ternyata konflik partai di Indonesia sangat tinggi sehingga kabinet terpaksa jatuh

bangun.

Seringnya pergantian kabinet membuat masa yang singkat itu (1950-1959)

dikuasai oleh beberapa kabinet. Kabinet-kabinet tersebut adalah : Kabinet

Natsir (Masyumi 1950-1951), Kabinet Sukiman (Masyumi 1951-1952), Kabinet

Wilopo (1952-1953), Kabinet Ali Sastroamidjojo I (PNI 1953-1955), Kabinet

Burhanuddin Harahap (Masyumi 1955-1956), Kabinet Ali Sastroamidjojo II

(1956-1957), dan akhirnya Kabinet Djuanda (Zaken kabinet 1957-1959).

Konflik antar partai mendesak Presiden memberlakukan undang-undang

SOB (negara dalam keadaan bahaya) dan angkatan perang mendapat

wewenang khusus untuk mengamankan negara di seluruh Indonesia. Tetapi

usaha Presiden untuk mempengaruhi partai-partai agar mau membentuk

kabinet baru ternyata gagal. Sebab itu ia mengangkat Ir. Djuanda yang tidak

berpartai sebagai formatur kabinet.

Kabinet Djuanda (1957-1959) bertugas menyelesaikan kemelut dalam

negeri, selain memperjuangkan kembalinya Irian Barat dan menjalankan

pembangunan. Pertama-tama kabinet ini membentuk suatu Dewan Nasional

yang bertugas memberi nasehat kepada pemerintah dalam menjalankan tugastugasnya.

Di samping itu, diadakan musyawarah nasional untuk mencari jalan

keluar dari kemelut nasional. Sebelum musyawarah itu menghasilkan keputusan

terjadi “Peristiwa Cikini”, yaitu percobaan pembunuhan Presiden.

Pada tanggal 10 Februari 1958, Ketua Dewan Banteng mengeluarkan

ultimatum agar Kabinet Djuanda dibubarkan dalam waktu lima kali 24 jam.

Presiden ternyata tidak menghiraukan hal ini sehingga akhirnya Dewan Banteng

memproklamasikan berdirinya “Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia”

(PRRI) dengan Syarifudin Prawiranegara sebagai perdana menteri. Begitu pula Modul UD Tk.I dan UPKP BPOM RI

Sejarah Indonesia 13

di Sulawesi dibentuk pemerintahan sendiri yaitu Permesta. Hal itu membuat

situasi negara semakin mengkhawatirkan.

2. Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Di dalam sidang konstituante menetapkan Undang-Undang Dasar 1945

kembali menjadi Undang-undang Republik Indonesia yang tetap. Hal ini

menunjukkan bahwa konstituante dianggap tidak mampu bekerja lagi. Krisis

politik pun semakin merajalela dan partai-partai tidak dapat mengatasinya

sehingga negara benar-benar dalam keadaan gawat.

Untuk menjaga kesatuan dan persatuan bangsa, dicapailah kesepakatan

antara presiden, kabinet, dewan nasional, wakil-wakil partai, dan pimpinan TNI

untuk kembali ke UUD 1945. Ini adalah jalan yang terbaik untuk mengatasi

krisis nasional. Akhirnya Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit pada tanggal

5 juli 1959 yang isinya sebagai berikut :

a. Pembubaran Konstituante

b. Berlakunya kembali UUD 1945

c. Tidak berlakunya UUDS 1950

Dekrit Presiden itu juga menetapkan pembentukan Majelis

Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), Dewan Permusyawaratan

Rakyat Sementara (DPRS), Dewan Perancang Nasional (Deparnas). Dekrit

yang kemudian dikenal dengan nama Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ini mengawali

masa demokrasi terpimpin dalam pemerintahan Republik Indonesia.Modul UD Tk.I dan UPKP BPOM RI

Sejarah Indonesia 14

BAB VI

MASA DEMOKRASI TERPIMPIN 1959 – 1965

Pada masa ini, Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah Dekrit yang

dinamakan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dikeluarkannya dekrit tersebut disebabkan

karena ketidakmampuan konstituante untuk menyusun Undang-Undang Dasar yang

baru bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Namun demikian di dalam praktik ketatanegaraannya dalam sistem

Demokrasi Terpimpin ini tidak dilaksanakan secara konsekuen, bahkan justru

sebaliknya, karena di dalam praktiknya sangat jauh dan menyimpang dari arti yang

sebenarnya. Akibatnya demokrasi yang dijalankan tidak lagi berdasarkan keinginan

luhur bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pancasila, tetapi didasarkan kepada

keinginan atau ambisisi politik Presiden Soekarno.

1. Kondisi Politik Masa Demokrasi Terpimpin

Dengan dikeluarkannya “Dekrit Presiden”, Kabinet Karya dibubarkan dan diganti

dengan Kabinet Kerja yang langsung dipimpin oleh Presiden Soekarno.

Presiden sekaligus bertindak sebagai perdana menteri, sedang Ir. Djuanda

diangkat sebagai Menteri Pertama. Program pokok kabinet meliputi

penyelesaian masalah keamanan dalam negeri, pembebasan Irian Barat dan

masalah sandang pangan.

Presiden kemudian mengeluarkan Penetapan No. 7 Tahun 1959 untuk

mengatur kehidupan partai politik di Indonesia, yang antara lain menyebut

bahwa hanya partai-partai yang dapat menerima Pancasila yang akan diberi

hak hidup. Partai Masyumi dan PSI dibubarkan karena ada tokoh-tokohnya

yang dianggap terlibat PRRI/Permesta. Lembaga-lembaga tertinggi negara

diubah oleh Presiden. DPR dan MPR dibentuk tanpa melalui pemilu dengan

nama DPR Gotong Royong dan MPR Sementara. Selain itu dibentuk pula

lembaga-lembaga inkonstitusional seperti Front Nasional yang bertujuan

memperjuangkan cita-cita Proklamasi dan cita-cita yang terkandung dalam UUD

1945 serta Depernas (Dewan Perancang Nasional) yang bertugas merancang

pembangunan nasional.

Dalam masa Demokrasi Terpimpin ada kekuatan politik waktu itu terpusat di

tangan Presiden Soekarno dengan TNI-AD dan PKI disampingnya.

PKI yang sejak tahun 1952 bangkit kembali setelah ditumpas dalam

pemberontakan Madiun (1948), dengan menerima Pen Pres No. 7/1959 partai

ini mendapat tempat dalam tatanan politik. Kemudian dengan menyokong

gagasan NASAKOM (Nasionalisme – Agama – Komunisme) dari Presiden, PKI

dapat memperkuat kedudukannya dan berusaha menyaingi TNI.

Satu program Kabinet Kerja yang pada hakekatnya merupakan tuntutan

nasional adalah masalah Irian Barat. Wilayah ini merupakan bagian dari

Indonesia yang diproklamasikan tahun 1945, tetapi Belanda belum bersedia

menyerahkan bahkan berlarut-larut sampai tahun 1962. Mula-mula Indonesia

mencoba memperjuangkan kembalinya wilayah itu melalui PBB, tetapi tidak Modul UD Tk.I dan UPKP BPOM RI

Sejarah Indonesia 15

pernah berhasil memperoleh tanggapan positif. Pada tahun 1961, Pemerintah

RI mengambil sikap tegas yaitu merencanakan penyerbuan ke Irian Barat.

Rencana ini dinamakan Tri Komando Rakyat atau Trikora. Dalam rangka

mencari bantuan untuk operasi militer ke Irian Barat itulah Pemerintah RI

mendekati Uni Soviet. Langkah ini ditempuh setelah negara-negara barat

(terutama Amerika Serikat) tidak bersedia memberikan dukungan. Dalam

rangka membebaskan Irian Barat inilah pada tahun 1962 dibentuk Komando

Mandala di bawah pimpinan Kolonel Soeharto.

Dengan dibentuknya Operasi Mandala, maka suasana perang semakin dekat.

Amerika Serikat kemudian mendesak Belanda untuk mengadakan perundingan.

Usaha ini berhasil dan pada tanggal 15 Agustus 1962 pihak Belanda dan

Indonesia menandatangani Perjanjian New York. Duta Besar AS untuk PBB

Ellsworth Bunker menjembatani pertikaian ini. Bunker mengusulkan agar Irian

Barat diserahkan kepada Indonesia melalui PBB dalam waktu dua tahun. Dalam

masa peralihan itu Irian Barat dipegang oleh suatu badan PBB, UNTEA (United

Nation Temporary Executive Authority). Badan ini menyerahkan Irian Barat

kepada pemerintah Indonesia pada tanggal 1 Mei 1963.

Masalah lainnya adalah masalah Malaysia muncul ketika Perdhana Menteri

Malaysia, Tengku Abdulrakhman mengusulkan pada pemerintah Inggris untuk

membentuk federasi antara daerah-daerah jajahan Inggris di Asia Tenggara.

Federasi tersebut Federasi Malaysia yang meliputi daerah-daerah Malaya,

Singapura, Serawak, Brunei dan Sabah. Indonesia dengan tegas menolak

pembentukan federasi tersebut. Pemerintah Indonesia waktu itu menganggap

bahwa federasi itu proyek neokolonialisme Inggris yang membahayakan

Indonesia.

Filipina juga merasa dirugikan dengan pembentukan federasi tersebut. Karena

itu masalah federasi menjadi masalah internasional dan menimbulkan

ketegangan di Asia Tenggara. Untuk menghindari terjadi perang di Asia

Tenggara, kemudian diusahakan penyelesaian melalui perundingan. Setelah itu

kemudian dilakukan perundingan-perungdingan baik di Tokyo maupun di

Manila. Dalam Konferensi Tingkat Tinggi di Manila 7 Juni 1963, wakil Indonesia

dan Filipina menyatakan bahwa tidak berkeberatan atas pembentukan federasi

tersebut asal memang dikehendaki oleh rakyat Kalimantan Utara dan untuk

mengetahui kehendak rakyat Kalimantan Utara tersebut harus dilakukan

Referendum oleh PBB. Namun sebelum referendum selesai Tengku

Abdulrakhman dan Inggris telah mengumumkan berdirinya Federasi Malaysia

pada tanggal 16 September 1963. Indonesia mengajukan protes, karena

menganggap Tengku Abdulrakhman melanggar Konferensi Tingkat Tinggi di

Manila. Dalam konferensi tersebut Tengku Abdulrakhman menjanjikan untuk

menangguhkan Proklamasi Federasi Malaysia sampai Tim PBB menyelesaikan

tugasnya. Oleh karena itu Pemerintah Indonesia tidak bersedia mengakui

Federasi Malaysia dan membuka tahap baru dalam konfrontasinya terhadap

Malaysia. Kemudian pada tanggal 3 Mei 1964 Presiden Soekarno Modul UD Tk.I dan UPKP BPOM RI

Sejarah Indonesia 16

mengumumkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora) untuk menggagalkan dan

menghancurkan Federasi Malaysia.

2. Peristiwa Gerakan 30 September/PKI

Mulai bulan Juli atau akhir Juni 1965, PKI menyusun rencana untuk

menghancurkan pimpinan TNI AD yang menghalanginya dalam segala bidang.

Pelaksanaan rencana itu dikaitkan dengan kondisi kesehatan Presiden. Pada

bulan Agustus, Soekarno terkena serangan flu yang gawat sekali. Pada tanggal

30 September 1965, PKI telah melancarkan operasi militer yang mereka

namakan Gerakan 30 September.

Pada malam yang naas itu 6 orang Jenderal Pimpinan TNI AD dibunuh secara

kejam, tetapi Jenderal A.H. Nasution dapat meloloskan diri. Komandan Kostrad

Jenderal Soeharto kemudian mengambil alih pimpinan AD dan bertindak cepat

untuk menguasai keadaan. Operasi militer dilancarkan mulai tanggal 1 Oktober

1965. Gedung RRI Pusat dan Gedung Telekomunikasi berhasil direbut. Pada

hari itu juga Kota Jakarta telah dapat dikuasai kembali. Selanjutnya setelah

diketahui bahwa basis utama G 30 S/PKI berada di sekitar Lanuma Halim

Perdanakusuma, maka mulailah dilakukan persiapan-persiapan untuk

membebaskan Halim. Kekuatan PKI pun hancur berantakan.

Menghadapi situasi yang terdesak dan karena tidak adanya dukungan ABRI

dan masyarakat pemimpin PKI DN Aidit meninggalkan Jakarta menuju

Yogyakarta dan kemudian selalu berpindah-pindah tempat. Namun ABRI

dengan bantuan masyarakat terus berusaha menghancurkan kekuatan G 30

S/PKI juga di berbagai tempat di seluruh pelosok tanah air. Aidit kemudian

ditangkap di Manisrenggo Solo. Modul UD Tk.I dan UPKP BPOM RI

Sejarah Indonesia 17

BAB VII

ORDE BARU

Orde Baru adalah tatanan seluruh peri kehidupan rakyat, bangsa dan

negara Indonesia yang diletakkan kembali pada kemurnian pelaksanaan Pancasila

dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

Kelahiran Orde Baru ini tidak dapat dipisahkan dari peristiwa G 30 S/PKI

dan dikeluarkannya Supersemar 1966. Terbitnya Supersemar merupakan sarana

bagi upaya penyelesaian kemelut politik yang menimpa bangsa Indonesia sebagai

akibat pemberontakan G 30 S/PKI.

1. Lahirnya Orde Baru

Setelah Gerakan 30 September 1965 terjadi krisis politik. Demikian juga bidang

ekonomi, keadaannya semakin parah. Kesejahteraannya jauh merosot, antara

lain karena laju inflasi yang mencapai 650%. Hal itu semakin parah dengan

adanya devaluasi nilai rupiah, kenaikan tarif dan jasa serta kenaikan harga BBM

pada 3 Januari 1966.

Hal tersebut menimbulkan ketidakpuasan masyarakat. Sehingga pada tanggal

10 Januari 1966 masyarakat dengan dipelopori KAMI dan KAPI menyampaikan

tiga tuntutan rakyat (TRITURA) kepada pemerintah yaitu:

a. Pembubaran PKI dan ormas-ormasnya.

b. Pembersihan kabinet Dwikora, dengan sasaran jangka panjang

berupa pemerintahan yang efisien, kompak, dan efektif.

c. Penurunan harga bahan-bahan kebutuhan pokok, dengan konsekuensi

jangka panjang rehabilitasi dan stabilisasi ekonomi.

Demonstrasi yang dipimpin oleh KAMI dan KAPPI kemudian berhadapan

dengan pasukan pemerintah. Para demonstan terus mendesak sampai ke

Istana Merdeka. Pasukan pemerintah yang terdesak berusaha menahan para

demonstran dengan tembakan. Dalam peristiwa itu seorang mahasiswa UI

yaitu Arif Rakhman Hakim tertembak dan gugur sebagai pahlawan Ampera.

Suasana di Ibukota semakin tegang. Hampir setiap hari terjadi demonstrasi

untuk mewujudkan Tritura.

Untuk mengantisipasi situasi yang semakin kacau itu maka pada tanggal 11

Maret 1966 Presiden Soekarno mengadakan sidang Kabinet di Istana

Negara. Sementara sidang berlangsung, Presiden Soekarno menerima

laporan tentang adanya pasukan tak dikenal di sekitar istana. Untuk

menghindari segala kemungkinan, Presiden Soekarno meninggalkan istana

menuju Bogor dengan helikopter.

Tiga orang perwira tinggi, yaitu Mayor Jenderal Basuki Rakhmat, Brigadir

Jenderal M. Yusuf, dan Brigadir Jenderal Amir Makhmud menghadap

Letnan Jenderal Soeharto, Panglima Kostrad. Setelah membahas masalah

pemulihan keamanan dan ketertiban, maka pada tanggal 11 Maret itu juga tiga

orang perwira tinggi tersebut pergi menghadap Presiden Soekarno di Istana

Bogor. Mereka melaporkan kepada Presiden tentang suasana di Jakarta dan Modul UD Tk.I dan UPKP BPOM RI

Sejarah Indonesia 18

kesiapan ABRI untuk mengatasi suasana jika terjadi sesuatu. Namun usaha ini

hanya akan berhasil jika presiden memberikan kekuasaan penuh kepada

seseorang yang diberi tugas untuk mengatasi situasi.

Adanya laporan tiga perwira di atas, Presiden Soekarno mengeluarkan Surat

Perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto yang menjabat sebagai

pimpinan Kostrad. Surat Perintah inilah yang dikenal dengan nama Surat

Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar). Supersemar ini antara lain berisi

instruksi agar Letnan Jenderal Soeharto mengambil tindakan yang dianggap

perlu untuk menjamin keamanan, ketenangan, ketertiban, dan kestabilan

jalannya pemerintahan demi keutuhan bangsa dan negara Republik

Indonesia.

Letnan Jenderal Soeharto selaku pengemban Supersemar segera mengambil

kebijaksanaan dan langkah tegas terhadap perkembangan politik yang

tidak menentu. Satu demi satu Tritura dipenuhi. Pertama, pembubaran

PKI serta ormas-ormasnya pada tanggal 12 Maret 1966. Kedua adalah

pengamanan 15 orang menteri yang berindikasi terlibat G 30 S/PKI atau

diragukan itikad baiknya dalam memulihkan keamanan pada tanggal 18 Maret

1966.

Pemerintah kemudian mengambil langkah-langkah untuk mengembalikan

penyimpangan-penyimpangan dari UUD 1945 dalam lembaga eksekutif dan

legislatif. Dalam Sidang Umum IV MPRS tanggal 20 Juni - 5 Juli 1966,

dihasilkan ketetapan-ketetapan politik sesuai dengan UUD 1945. Pemerintah

Orde Baru adalah pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Soeharto.

Pemerintahan ini berlangsung sejak berlakunya Supersemar pada tanggal 11

Maret 1966, yang menggantikan pemerintahan Orde Lama yang dipimpin

oleh Presiden Soekarno (1945-1966).

Pemerintahan Orde Baru ditandai oleh pelaksanaan Pancasila dan UUD

1945 secara murni dan konsekuen. Orde Baru mempunyai dua landasan,

yaitu landasan falsafah dan ideologi Pancasila, dan landasan konstitusional

berupa UUD 1945.

2. Stabilisasi dan Rehabilitasi

Tuntutan Tritura yang ketiga yaitu perbaikan dan stabilitas ekonomi hanya

dapat dilakukan dengan pembangunan di segala bidang. Akan tetapi

pembangunan hanya dapat berjalan lancar jika negara berada dalam

keadaan aman dan tertib. Oleh karena itu sebelum pembangunan nasional

dimulai diperlukan dahulu stabilitas nasional.

Program pertama yang dilakukan adalah pembaharuan kabinet. Kabinet

untuk menstabilitaskan ekonomi dan keamanan disebut Kabinet Ampera.

Dalam masa Kabinet Ampera I & II (1966-1968).

Departemen Keuangan mengemban tugas melaksanakan program stabilitas

ekonomi dan keuangan negara yang meliputi bidang moneter termasuk

didalamnya menjaga stabilitas intern dan ekstern nilai mata uang Indonesia.

Untuk mendukung pelaksanaan tugas, serta dalam rangka meningkatkan

ketertiban dan disiplin pegawai dalam melaksanakan tugasnya, pada tanggal Modul UD Tk.I dan UPKP BPOM RI

Sejarah Indonesia 19

30 Maret 1971 dengan Surat Keputusan Presiden nomor 15 tahun 1971

ditetapkan pemberian tunjangan khusus, ini dimaksudkan sebagai tindakan

preventif dan sekaligus sebagai imbangan atas tindakan yang akan diambil

sehingga pegawai Departemen Keuangan dapat menjalankan tugas dan

jabatannya dengan penuh kesadaran dan rasa tanggung jawab, berprestasi

kerja semaksimal mungkin dan tidak melakukan penyelewenganpenyelewengan

dalam bidang penerimaan dan pengeluaran negara. Keputusan

Presiden ini berlaku mulai tanggal 1 April 1971.

3. Tahap-tahap Pembangunan Nasional

Prioritas utama tahap pembangunan nasional adalah stabilitas politik.

Karena itu dalam Kabinet Pembangunan Nasional I, mula-mula yang dilakukan

adalah menghilangkan pertentangan politik. Dualisme Kepemimpinan adalah

bagian pertama yang harus segera diselesaikan. Dualisme Kepemimpinan ini

berakhir pada tanggal 22 Februari 1967. Ketika itu Presiden Soekarno

menyerahkan kekuasaannya kepada Letnan Jenderal Soeharto.

Namun secara resmi serah terima jabatan baru dilaksanakan setelah Sidang

Umum MPRS yang berlangsung tanggal 7-12 Maret 1967.

Dalam Sidang Umum V MPRS tanggal 21-30 Maret 1968 Letnan Jenderal

Soeharto diangkat sebagai Presiden RI sampai terpilih kembali melalui

Pemilihan Umum. Dengan terpilihnya Jenderal Soeharto ini kemudian

dibentuk Kabinet Pembangunan.

Tugas utama Kabinet Pembangunan adalah:

a. Menciptakan Stabilitas Politik dan Ekonomi

b. Menyusun dan melaksanakan rencana Pembangunan Lima tahun

Tahap pertama

c. Melaksanakan Pemilihan Umum

d. Mengikis habis sisa-sisa G 30 S/PKI

e. Membersihkan aparatur negara di pusat dan di daerah dari pengaruh PKI.

Keberhasilan stabilitas politik ditunjukkan oleh hasil penentuan pendapat

rakyat (pepera) di Irian Barat pada tahun 1969. Irian Barat memilih bersatu

dengan Republik Indonesia. Di samping itu pemerintah juga berhasil

mengembalikan stabilitas politik luar negeri antara lain dengan :

a. Berakhirnya Konfrontasi dengan Malaysia pada tanggal 11 Agustus 1966.

b. Indonesia kembali menjadi anggota PBB pada tanggal 28 September1966.

c. Pembentukan ASEAN 8 Agustus 1967.

Dalam sektor ekonomi Kebijaksanaan Pemerintah diarahkan untuk

memperbaiki neraca pembayaran yang ditunjang dengan tersedianya

cadangan devisa yang cukup memadai. Di samping itu terjadinya

keseimbangan moneter dan anggaran pendapatan belanja negara yang

berimbang dan dinamis. Untuk mencapai hal ini, maka dikeluarkan paket

kebijaksanaan 1 April 1976. Sasaran pokok kebijakan ini adalah mendorong

ekspor di luar minyak dan gas bumi sebagai sumber pendapatan

negara. Modul UD Tk.I dan UPKP BPOM RI

Sejarah Indonesia 20

Untuk meningkatkan daya saing hail-hasil produksi dalam negeri, maka pada

tanggal 15 November 1978 diambil kebijaksanaan yang menurunkan nilai

tukar rupiah terhadap valuta asing dengan 33,6% dari Rp 415,00 per US dolar

menjadi Rp 615,00 per US dolar. Sedangkan untuk meningkatkan

persediaan dalam negeri dilakukan peningkatan kesadaran pajak masyarakat,

penyempurnaan efisiensi kerja setiap departemen.

Pada Kabinet Pembangunan III, kebijaksanaan yang ditempuh oleh

pemerintah adalah dilakukannya penyempurnaan kebijaksanaankebijaksanaan

ekonomi yang telah dilaksanakan pada kabinet sebelumnya

terutama untuk meningkatkan sumber-sumber dalam negeri guna

meningkatkan tabungan pemerintah untuk membiayai pembangunan yang

semakin meningkat.

Kebijaksanaan pembangunan berlandaskan pada Trilogi Pembangunan dan

hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, stabilitas nasional

yang sehat dan dinamis mulai diterapkan pada Pelita IV. Kebijaksanaan ini

bertujuan meningkatkan neraca pembayaran dengan mengambil langkahlangkah

efisiensi dalam penggunaan devisa untuk impor, peningkatan

penanaman modal luar negeri serta pemantapan nilai tukar riil rupiah terhadap

valuta asing. Untuk mendukung semua ini dilakukan deregulasi dan

debirokrasi.

Dalam Kabinet Pembangunan V, prioritas utama ditujukan pada

pembangunan prasarana, peningkatan kualitas sumber daya manusia,

operasi pengendalian pengentasan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan ini,

Departemen Keuangan mendapat tugas utama, yakni menggali dan

mengembangkan sumber-sumber penerimaan migas maupun non migas.

Hasilnya diharapkan untuk mendorong terciptanya lapangan kerja.

Dalam bidang moneter, serangkaian kebijaksanaan penting diambil sejak

awal Repelita V adalah menyempurnakan sistem perkreditan nasional.

Sistem ini menggalang kredit bagi usaha kecil. Dalam paket ini fungsi

perbankan dan lembaga keuangan sebagai pengelola. Langkah-langkah yang

diambil berkaitan dengan paket ini antara lain : mengurangi secara bertahap

peranan kredit likuiditas untuk berbagai program dan kegiatan,

menyederhanakan struktur suku bunga, dan menyempurnakan program

perkreditan ke arah terjaminnya penyediaan dana usaha kecil dan kegiatan

produktif koperasi, diikuti dengan paket kebijaksanaan 29 Januari 1990 (Pakjan)

disusul oleh Paket Februari 1991 (Paktri) dan Paket Juni 1991.

Kemajuan yang pesat di bidang penerimaan dalam negeri, penerimaan

pembangunan, pengeluaran rutin, pengeluaran pembangunan, serta

perkembangan moneter yang meliputi perkembangan jumlah uang beredar,

penghimpunan dana, perkreditan, lembaga keuangan, dan ekspor diharapkan

dapat memperkuat landasan ekonomi menyongsong pembangunan jangka

panjang II. Modul UD Tk.I dan UPKP BPOM RI

Sejarah Indonesia 21

BAB VIII

ORDE REFORMASI

A. Latar Belakang

Perjalanan sejarah Orde Baru yang panjang, Indonesia dapat

melaksanakan pembangunan dan mendapat kepercayaan dari dalam maupun

luar negeri. Rakyat Indonesia yang menderita sejak tahun 1960-an dapat

meningkat kesejahteraannya. Akan tetapi keberhasilan pembangunan pada

waktu itu tidak merata karena terjadi kesenjangan sosial ekonomi yang

mencolok antara si kaya dan si miskin. Bahkan Orde Baru ingin

mempertahankan kekuasaannya terus menerus dengan berbagai cara. Hal ini

menimbulkan berbagai efek negatif. Berbagai bentuk penyelewengan terhadap

nilai- nilai Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945 itu disebabkan oleh

adanya tindak korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Sejak pertengahan tahun

1996 situasi politik di Indonesia memanas. Golongan Karya yang berkeinginan

menjadi mayoritas tunggal (Single Majority) mendapat tekanan dari masyarakat.

Masyarakat menuntut adanya perubahan di bidang politik, ekonomi,

demokratisasi dalam kehidupan sosial serta dihormatinya hak asasi manusia.

Hasil Pemilihan Umum 1997 yang dimenangkan Golkar dan menguasai DPR

dan MPR banyak mengandung unsur nepotisme. Terpilihnya Jenderal

Purnawirawan Soeharto sebagai Presiden RI banyak mendapat reaksi

masyarakat. Sedangkan pembentukan Kabinet Pembangunan VII dianggap

berbau Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN).

Pada saat memanasnya gelombang aksi politik tersebut Indonesia

dilanda krisis ekonomi sejak pertengahan tahun 1997 sebagai pengaruh krisis

moneter yang melanda wilayah Asia Tenggara. Harga-harga kebutuhan pokok

dan bahan pangan membumbung tinggi dan daya beli rakyat rendah. Para

pekerja di perusahaan banyak yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

sehingga semakin menambah pengangguran. Krisis diperparah dengan

kenaikan Harga BBM yang melonjak tajam hingga 71% dan tindakan para

konglomerat yang menyalahgunakan posisinya sebagai pelaku pembangunan

ekonomi. Mereka menambah hutang tanpa kontrol dari pemerintah dan

masyarakat. Akibatnya perekonomian mengalami krisis, nilai rupiah terhadap

dollar merosot tajam hampir Rp.15.000,00 per dollar AS. Perbankan kita

menjadi bangkrut dan banyak yang dilikuidasi. Pemerintah banyak

mengeluarkan uang dana untuk Kredit Likuidasi Bank Indonesia (KLBI)

sehingga beban pemerintah sangat berat. Dengan demikian kondisi ekonomi di

Indonesia semakin parah.

Melihat kondisi bangsa Indonesia yang merosot di berbagai bidang

tersebut maka para mahasiswa mempelopori demonstrasi memprotes kebijakan

pemerintah Orde Baru dengan menentang berbagai praktek korupsi, kolusi

nepotisme (KKN). Kemarahan rakyat terhadap pemerintah memuncak padaModul UD Tk.I dan UPKP BPOM RI

Sejarah Indonesia 22

bulan Mei 1998 dengan menuntut diadakannya reformasi atau perubahan di

segala bidang baik bidang politik, ekonomi maupun hukum.

Gerakan reformasi ini merupakan gerakan untuk menumbangkan

kekuasaan Orde Baru yang telah mengendalikan pemerintahan selama 32

tahun.

Pada awal Maret 1998 Kabinet Pembangunan VIII dilantik, akan tetapi

kabinet ini tidak membawa perubahan ke arah kemajuan. Oleh karena itu rakyat

menghendaki perubahan ke arah yang lebih baik di berbagai bidang kehidupan

baik bidang politik, ekonomi, hukum maupun sosial budaya. Pada awal Mei

1998 mahasiswa mempelopori unjuk rasa menuntut dihapuskannya KKN,

penurunan harga-harga kebutuhan pokok, dan Soeharto turun dari jabatan

Presiden. Ketika para mahasiswa melakukan demonstrasi pada tanggal 12 Mei

1998 terjadilah bentrokan dengan aparat kemananan. Dalam peristiwa ini

beberapa mahasiswa Trisakti cidera dan bahkan tewas. Di antara mahasiswa

Trisakti yang tewas adalah Elang Mulya Lesmana, Hery Hartanto, Hendriawan

Sie, dan Hafidhin Royan.

Pada tanggal 13-14 Mei 1998 di Jakarta dan sekitarnya terjadi

kerusuhan massa dengan membakar pusat-pusat pertokoan dan melakukan

penjarahan. Pada tanggal 19 Mei 1998 puluhan ribu mahasiswa menduduki

gedung DPR/MPR. Mereka menuntut Soeharto turun dari jabatan presiden akan

tetapi Presiden Soeharto hanya hanya mereshufle kabinet. Hal ini tidak

menyurutkan tuntutan dari masyarakat.

Pada tanggal 20 Mei 1998 Soeharto memanggil tokoh-tokoh masyarakat

untuk memperbaiki keadaan dengan membentuk Kabinet Reformasi yang akan

dipimpin oleh Soeharto sendiri. Tokoh-tokoh masyarakat tidak menanggapi usul

Soeharto tersebut. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto

menyatakan berhenti sebagai Presiden Republik Indonesia. Selanjutnya B.J.

Habibie dilantik sebagai Presiden RI menggantikan Soeharto.

B. Pemerintahan B.J Habibie

Sidang Istimewa MPR yang mengukuhkan Habibie sebagai Presiden,

ditentang oleh gelombang demonstrasi dari puluhan ribu mahasiswa dan rakyat

di Jakarta dan di kota-kota lain. Gelombang demonstrasi ini memuncak dalam

peristiwa Tragedi Semanggi.

Masa pemerintahan Habibie ditandai dengan dimulainya kerjasama

dengan Dana Moneter Internasional untuk membantu dalam proses pemulihan

ekonomi. Selain itu, Habibie juga melonggarkan pengawasan terhadap media

massa dan kebebasan berekspresi.

Beberapa langkah perubahan diambil oleh Habibie, seperti liberalisasi

parpol, pemberian kebebasan pers, kebebasan berpendapat, dan pencabutan

UU Subversi. Walaupun begitu Habibie juga sempat tergoda meloloskan UU

Penanggulangan Keadaan Bahaya, namun urung dilakukan karena besarnya

tekanan politik dan kejadian Tragedi Semanggi II.Modul UD Tk.I dan UPKP BPOM RI

Sejarah Indonesia 23

Kejadian penting dalam masa pemerintahan Habibie adalah

keputusannya untuk mengizinkan Timor Timur untuk mengadakan referendum

yang berakhir dengan berpisahnya wilayah tersebut dari Indonesia pada

Oktober 1999. Keputusan tersebut terbukti tidak populer di mata masyarakat

sehingga hingga kini pun masa pemerintahan Habibie sering dianggap sebagai

salah satu masa kelam dalam sejarah Indonesia.

C. Pemerintahan Abdurrahman Wahid-Megawati

Selanjutnya Pemilihan Umum setelah berakhirnya Orde Baru

dilaksanakan pada tanggal 7 Juni 1999 yang diikuti oleh 48 partai politik. Pada

Pemilu kali ini suara terbanyak diraih oleh Partai Demokrasi Perjuangan (PDIP)

pimpinan Megawati Soekarnoputri berhasil meraih suara terbanyak (sekitar

35%). Tetapi karena jabatan presiden masih dipilih oleh MPR saat itu, Megawati

tidak secara langsung menjadi presiden. Abdurrahman Wahid, pemimpin PKB,

partai dengan suara terbanyak kedua saat itu, terpilih kemudian sebagai

presiden Indonesia ke-4. Megawati sendiri dipilih Gus Dur sebagai wakil

presiden.

Masa pemerintahan Abdurrahman Wahid diwarnai dengan gerakangerakan

separatisme yang makin berkembang di Aceh, Maluku dan Papua.

Selain itu, banyak kebijakan Abdurrahman Wahid yang ditentang oleh

MPR/DPR.

Masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid tidak berlangsung

lama dan diwarnai pertentangan dengan lembaga legislatif. Pada 29 Januari

2001, ribuan demonstran berkumpul di Gedung MPR dan meminta Gus Dur

untuk mengundurkan diri dengan tuduhan korupsi dan ketidak kompetenan.

Melalui Sidang Istimewa MPR pada 23 Juli 2001, Megawati secara resmi

diumumkan menjadi Presiden Indonesia ke-5.

D. Pemerintahan Megawati Soekarnoputri – Hamzah Haz

Masa jabatan Presiden Megawati Soekarnoputri hingga pemilihan umum

yang direncanakan pada tahun 2004. Kepemimpinan Presiden Megawati

Soekarnoputri didampingi oleh Hamzah Haz yang terpilih sebagai voting

(pemungutan suara). Pada masa pemerintahan Presiden Megawati ada

kemajuan dari luar maupun dari dalam negeri. Akan tetapi dengan adanya

kesulitan ekonomi sejak tahun 1997, pada masa pemerintahan ini belum bisa

memulihkan keadaan seperti sebelum krisis ekonomi.

Popularitas Megawati yang awalnya tinggi di mata masyarakat

Indonesia, menurun seiring dengan waktu. Hal ini ditambah dengan sikapnya

yang jarang berkomunikasi dengan masyarakat sehingga mungkin membuatnya

dianggap sebagai pemimpin yang 'dingin'.

Periswita penting lainnya antara lain disahkannya Amandemen UUD

1945 dianggap sebagai langkah konkrit menuju negara demokrasi. Untuk

pertama kalinya rakyat Indonesia dapat memilih presiden secara langsung.Modul UD Tk.I dan UPKP BPOM RI

Sejarah Indonesia 24

Masa pemerintahan Presiden Megawati berakhir sampai

diselenggarakannya Pemilihan Umum tahun 2004. Pada tanggal 5 April 2004

dilaksanakan pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan

Rakyat Pusat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada tingkat propinsi dan

pada tingkat kota atau kabupaten.

Pemilihan Umum untuk memilih presiden secara langsung dilaksanakan

dua kali putara. Putaran pertama pada tanggal 5 Juli 2004 dan putaran kedua

pada tanggal 20 September 2004. Terpilih sebagai presiden adalah Susilo

Bambang Yudhoyono dan sebagai wakil presiden Jusuf Kalla. Pemilihan

Presiden dan wakil presiden oleh rakyat secara langsung ini merupakan

pertama kali dalam sejarah di Indonesia. Sistem ini merupakan salah satu hasil

dari gerakan reformasi di Indonesia.

Partai Demokrat yang sebelumnya kurang dikenal, menarik perhatian

masyarakat dengan pimpinannya, Yudhoyono, yang karismatik dan menjanjikan

perubahan kepada Indonesia. Pemilihan putaran pertama menyisihkan kandidat

lainnya sehingga yang tersisa tinggal Megawati dan SBY. Mantan jenderal SBY

memenangi pemilihan presiden putaran kedua, sebagian disebabkan karena

ketidakpercayaan pemilih terhadap Megawati.

E. Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla

Semenjak masa Reformasi, tradisi program kerja 100 hari presiden

terpilih Indonesia baru dikenal. Pada 100 hari pertamanya, SBY-JK dihantam

badai Tsunami yang meluluhlantakkan Aceh dan Nias. Susilo Bambang

Yudhoyono meminta bantuan internasional sekitar 75 miliar USD untuk

membangun infrastruktur di Indonesia, pada forum APEC di Chile

Dalam masa 5 tahun pemerintahannya, SBY dikenal paling berhasil

dalam pemberantasan korupsinya. Skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK)

Indonesia mengalamai kenaikan dari 2,0 pada tahun 2004 menjadi 2,6 pada

tahun 2008, dan akhirnya menjadi 2,8 pada tahun 2009. Catatan positif lainnya

adalah SBY berhasil mempertahankan kewenangan penuntutan KPK yang pada

saat pembahasan RUU Pengadilan Tipikor sempat terjadi tarik-menarik untuk

menghilangkan kewenangan penuntutan KPK tersebut. Di tengah polemik dan

perdebatan hukum dan politik, SBY berani mengambil terobosan/ manuver

dengan menerbitkan Perpu Plt. Pimpinan KPK untuk mengatasi pemberhentian

sementara kepada 3 orang pimpinan KPK dan stagnasi kinerja KPK. Terakhir

adalah dukungan SBY atas penuntasan kasus Bank Century baik dari sisi politis

maupun hukum.

Pada pemerintahan SBY terjadi pula kenaikan harga BBM sebanyak 2

(dua) kali pada tahun 2005 dan pada tanggal 24 Mei 2008, namun berbeda

dengan pemerintahan yang lain, terdapat Kebijakan penurunan harga BBM

yang diberlakukan pada Desember 2008.

Prestasi lainnya adalah Pemerintah Indonesia mencapai kesepakatan

damai dengan kelompok separatis Aceh, Gerakan Aceh Merdeka. Pada bulan

Agustus 2005, Pemerintah Indonesia dan GAM kembali duduk di meja Modul UD Tk.I dan UPKP BPOM RI

Sejarah Indonesia 25

perundingan yang diketuai oleh Martti Ahtisaari. Setelah terjadinya Tsunami

yang meluluh-lantakkan Aceh, GAM akhirnya setuju untuk menyerahkan seluruh

senjatanya dan pemerintah Indonesia setuju untuk menarik seluruh tentara

Indonesia, memberikan otonomi, dan pemilihan langsung boleh

diselenggarakan. Perjanjian damai berhasil ditandatangani dan secara resmi

mengakhiri gerakan separatis GAM. Pada akhir Agustus 2005, Pemerintah

Indonesia membebaskan 200 tahanan GAM, tindakan yang merupakan bagian

dari ditandatanganinya persetujuan perdamaian.

pada periode 2004-2009 juga menuntaskan perundangan yang

menyangkut hajat hidup orang banyak, seperti UU tentang Pajak, UU tentang

Kesehatan, UU tentang Kewarganegaraan, dan lebih sedikit menghasilkan UU

mengenai pemekaran daerah.

F. Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono

Selanjutnya pada 8 Juli 2009, diselenggarakan Pemilihan Umum

Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia untuk memilih Presiden dan

Wakil Presiden Indonesia periode 2009-2014. Pasangan Susilo Bambang

Yudhoyono-Boediono berhasil menjadi pemenang dalam satu putaran langsung

dengan memperoleh suara 60,80%, mengalahkan pasangan Megawati

Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan Muhammad Jusuf Kalla-Wiranto.

Kebijakan penurunan harga BBM baru diberlakukan pada Desember 2008 dan

November 2012.

Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono telah meletakkan 5

strategi pokok, yaitu :

a. melanjutkan pembangunan ekonomi Indonesia untuk mencapai

kesejahteraan bagi seluruh Rakyat Indonesia

b. melanjutkan upaya menciptakan good government dan good corporate

governance.

c. demokratisasi pembangunan dengan memberikan ruang yang cukup untuk

partisipasi dan kreativitas segenap komponen bangsa.

d. melanjutkan penegakan hukum tanpa pandang bulu dan memberantas

korupsi

e. belajar dari pengalaman yang lalu dan dari negara-negara lain

Dari lima strategi pokok tersebut, dalam dokumen visi dan misi

pasangan SBY-Boediono kemudian dikembangkan 13 program kerja yang

meliputi melanjutkan program pendidikan nasional, kesehatan masyarakat,

program penuntasan kemiskinan; menciptakan lebih banyak lagi lapangan kerja

bagi Rakyat Indonesia; melanjutkan program pembangunan infrastruktur

perekonomian Indonesia; meningkatkan ketahanan pangan dan swasembada

beras, gula, jagung, dsb; menciptakan ketahanan energi dalam menghadapi

krisis energi dunia; menciptakan good government dan good corporate

governance; melanjutkan proses demokratisasi; melanjutkan pelaksanaan

penegakan hukum dan pemberantasan korupsi; pengembangan teknologi;

perbaikan lingkungan hidup; dan pengembangan budaya bangsa.

Sumber : https://diklatbpom.files.wordpress.com/2014/05/modul-udupkp-bpom_sejarah-indonesia.pdf

No comments:

Post a Comment

NPWP GANDA ! Bagaimana Cara Menghapusnya ?

Hai balik lagi ke blog saya... Mau cerita dikit pengalamanku di kantor. Ceritanya begini, waktu itu saya diminta untuk membuat NPWP untuk pe...